KPK Tetapkan Dirut Bank Jepara Artha Sebagai Tersangka Korupsi Kredit Fiktif
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap kasus besar di sektor perbankan. Kali ini, KPK menetapkan Direktur Utama Bank Jepara Artha sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kredit fiktif. Penetapan ini menambah daftar panjang kasus korupsi di sektor keuangan yang merugikan negara dan menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan.
KPK Tetapkan Dirut Bank Jepara Artha Sebagai Tersangka Korupsi Kredit Fiktif
Kasus kredit fiktif di Bank Jepara Artha terungkap setelah adanya laporan dari masyarakat dan temuan audit internal. KPK kemudian menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan penyelidikan mendalam. Dari hasil investigasi, ditemukan adanya pengajuan kredit oleh sejumlah nasabah yang ternyata tidak pernah ada atau menggunakan identitas fiktif.
KPK menduga praktik ini sudah berlangsung cukup lama dan melibatkan pihak internal bank. Dirut Bank Jepara Artha disebut mengetahui sekaligus menyetujui proses pencairan kredit tersebut, meski dokumen tidak sesuai prosedur.
Modus Operandi Kredit Fiktif
Modus yang dilakukan terbilang klasik namun masih sering terjadi. Kredit disalurkan kepada debitur fiktif dengan jaminan palsu atau tanpa jaminan sama sekali. Setelah dana cair, uang tersebut tidak digunakan untuk aktivitas produktif, melainkan dialihkan untuk kepentingan pribadi dan pihak tertentu.
Kredit fiktif semacam ini sangat merugikan bank karena menambah angka kredit bermasalah (NPL) dan mengurangi modal inti. Dampaknya, stabilitas keuangan lembaga pun ikut terganggu.
Kerugian Negara yang Ditimbulkan
Menurut hasil perhitungan sementara, kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah. Angka tersebut masih bisa bertambah seiring proses penyidikan lebih lanjut. KPK juga sedang menelusuri kemungkinan adanya aliran dana ke pihak lain di luar bank.
Kerugian ini bukan hanya soal nominal, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, khususnya bank daerah yang seharusnya berperan besar dalam menggerakkan ekonomi lokal.
Peran Direktur Utama
Sebagai pimpinan tertinggi di Bank Jepara Artha, Dirut memiliki tanggung jawab penuh terhadap operasional perusahaan. Berdasarkan bukti dan keterangan saksi, KPK menilai Dirut tidak hanya lalai, tetapi juga terlibat aktif dalam persetujuan kredit fiktif. Ia diduga menerima keuntungan pribadi dari pencairan dana tersebut.
Dirut kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk mempermudah proses penyidikan.
Tanggapan KPK
KPK menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan bagi industri perbankan agar memperketat sistem pengawasan internal. Menurut juru bicara KPK, lemahnya pengendalian risiko di sektor perbankan membuka celah terjadinya praktik korupsi.
KPK juga berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini, termasuk menelusuri apakah ada keterlibatan pejabat daerah atau pihak swasta lain yang ikut menikmati dana hasil kredit fiktif tersebut.
Dampak terhadap Bank Daerah
Kasus ini memberi dampak serius terhadap citra bank daerah. Padahal, keberadaan bank daerah sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi lokal, terutama melalui penyaluran kredit UMKM. Jika kasus korupsi dibiarkan, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan dan enggan menggunakan jasa bank daerah.
Kondisi ini tentu bisa memengaruhi keberlangsungan usaha kecil menengah yang membutuhkan akses permodalan.
Harapan ke Depan
Masyarakat berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola perbankan, khususnya bank daerah. Penerapan prinsip good corporate governance, transparansi, serta pengawasan yang ketat harus diperkuat agar kasus serupa tidak terulang.
Selain itu, pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga diharapkan lebih proaktif, tidak hanya menunggu laporan, tetapi melakukan pemeriksaan rutin dan mendalam terhadap bank-bank daerah.
Penutup
Kasus kredit fiktif di Bank Jepara Artha menunjukkan masih rapuhnya sistem pengendalian internal perbankan di daerah. Penetapan Dirut sebagai tersangka menjadi langkah penting untuk menegakkan keadilan, namun perbaikan sistem harus segera dilakukan. Tanpa pembenahan menyeluruh, kasus serupa dikhawatirkan akan kembali terjadi dan merugikan masyarakat luas.
Baca juga:AMSI Kecam Gugatan Mentan Amran Sulaiman ke Tempo: Preseden Buruk Kriminalisasi Pers