DPR Usul RUU KUHAP Atur Disparitas Hukuman, Cegah Penegak Hukum Semena-mena
Jakarta – Menjaga Keadilan Hukum dengan Regulasi yang Lebih Ketat
Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mendorong agar Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara tegas mengatur pencegahan disparitas hukuman dalam sistem peradilan. Politikus Partai Nasdem ini menilai bahwa aturan tersebut penting agar aparat penegak hukum (APH) tidak bertindak semena-mena dalam menjatuhkan hukuman.

“Apakah ini penting? Menurut saya, penting dimasukkan supaya betul-betul ada kontrol. Hukum acara sebagaimana mekanisme kontrol pengawasan harus memastikan bahwa APH kita tidak bertindak semena-mena,” ujar Rudianto dalam rapat kerja bersama Komisi Yudisial, Senin (10/2/2025).
DPR Usul RUU KUHAP Atur Disparitas Hukuman, Cegah Penegak Hukum Semena-mena
Dalam kesempatan yang sama, Rudianto juga menyoroti ketimpangan dalam putusan pengadilan, khususnya dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor). Ia mengungkapkan bahwa sering terjadi pelaku yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah kecil justru mendapat hukuman lebih berat dibandingkan dengan koruptor yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
“Soal pemidanaan, disparitas putusan ini nyata. Ada kasus Tipikor dengan nilai kerugian hanya Rp 10 miliar atau Rp 20 miliar, tetapi vonisnya lebih berat dibandingkan dengan kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah,” jelasnya.
Oleh karena itu, Rudianto menegaskan perlunya mekanisme pengawasan dalam revisi KUHAP agar ketidakadilan dalam pemberian hukuman dapat dicegah dan diminimalisir.
Komisi Yudisial: Pengawasan Harus Ditingkatkan
Sementara itu, Ketua Komisi Yudisial (KY), Amzulian Rifa’i, juga merekomendasikan agar RUU tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP mencantumkan pengawasan terhadap aparat penegak hukum hingga hakim pada semua tingkatan peradilan.
“Komisi Yudisial merekomendasikan kepada yang terhormat Komisi III DPR RI agar penegasan pengawasan terhadap aparat penegak hukum menjadi perhatian serius dalam perubahan KUHAP, termasuk pengawasan terhadap hakim oleh Komisi Yudisial,” kata Amzulian dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.
Menurutnya, KUHAP saat ini tidak mengatur pengawasan terhadap proses penegakan hukum, melainkan hanya mengatur pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan dalam Bab 20 beleid tersebut. Pengawasan yang berada di ujung proses hukum ini dinilai tidak cukup karena penyalahgunaan wewenang bisa terjadi sejak tahap penyelidikan.
Urgensi Penguatan Regulasi dalam KUHAP
Revisi terhadap KUHAP dinilai menjadi solusi penting dalam menjaga transparansi sistem peradilan di Indonesia. Tanpa adanya pengawasan yang lebih ketat, disparitas hukuman bisa terus terjadi, menciptakan ketidakadilan di masyarakat.
Amzulian menegaskan bahwa memasukkan pengawasan dalam KUHAP akan memberikan legitimasi kuat bagi lembaga-lembaga pengawas dalam menjalankan tugasnya.
Bahkan, ia menyarankan agar pengawasan terhadap aparat penegak hukum diatur dalam bab tersendiri dalam revisi KUHAP.
“Jika perlu, pengawasan terhadap aparat penegak hukum diatur di dalam bab tersendiri dalam perubahan KUHAP tersebut,” pungkasnya.
Selain pengawasan terhadap aparat penegak hukum, revisi KUHAP juga diharapkan mencakup aspek transparansi dalam sistem peradilan.
Salah satu rekomendasi yang diusulkan adalah pembuatan database nasional tentang putusan pengadilan yang dapat diakses oleh publik.
Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya inkonsistensi dalam putusan dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh hakim berdasarkan prinsip keadilan yang objektif.
Menurut beberapa pengamat hukum, sistem peradilan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk intervensi politik dan kurangnya akuntabilitas dalam putusan pengadilan. Dengan adanya revisi yang lebih ketat dalam KUHAP, diharapkan sistem hukum dapat semakin independen dan terbebas dari pengaruh eksternal yang merugikan prinsip keadilan.
Tantangan dalam Implementasi Revisi KUHAP
Namun, di sisi lain, revisi KUHAP ini juga menghadapi tantangan besar dalam implementasinya.
Beberapa pihak menilai bahwa perubahan regulasi harus diiringi dengan penguatan kapasitas aparat penegak hukum, baik dalam hal pelatihan, etika profesi, maupun independensi dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, perlu adanya mekanisme evaluasi berkala terhadap efektivitas revisi KUHAP agar regulasi yang diterapkan benar-benar memberikan dampak positif dalam sistem peradilan. Evaluasi ini bisa dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan lembaga pemantau independen untuk memastikan bahwa revisi yang dilakukan tidak hanya menjadi kebijakan di atas kertas, tetapi juga terealisasi dalam praktik peradilan sehari-hari.
Para pakar hukum juga menyarankan agar pemerintah melibatkan masyarakat dalam proses perancangan undang-undang ini.
Dengan adanya partisipasi publik, diharapkan revisi KUHAP benar-benar mencerminkan
kebutuhan nyata dalam sistem peradilan dan menjadi solusi yang efektif dalam mencegah disparitas hukuman.
DPR RI dan Komisi Yudisial sepakat bahwa revisi KUHAP harus mencakup pengawasan
yang lebih ketat terhadap aparat penegak hukum guna mencegah ketidakadilan dalam sistem peradilan. Dengan adanya regulasi yang lebih jelas dan mekanisme pengawasan yang lebih kuat, diharapkan sistem
hukum di Indonesia semakin transparan, adil, dan bebas dari tindakan semena-mena.
Meskipun tantangan dalam implementasi revisi ini cukup besar, namun
dengan langkah-langkah strategis yang tepat, perubahan dalam KUHAP dapat menjadi tonggak penting dalam reformasi hukum di Indonesia.
Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, akademisi, dan lembaga
pengawas, sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa revisi ini benar-benar membawa perubahan positif dalam sistem peradilan nasional.
Menurut Amzulian, memasukkan pengawasan dalam KUHAP akan memberikan legitimasi kuat bagi lembaga-lembaga pengawas dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Bahkan, jika perlu, masalah ini diatur dalam bab tersendiri dalam KUHAP baru. “Jika perlu, pengawasan terhadap aparat penegak hukum diatur di dalam bab tersendiri dalam perubahan KUHAP tersebut,” ujarnya.