Alasan Strategis di Balik Penolakan AS atas Permintaan F-35 Indonesia

Alasan Strategis di Balik Penolakan AS atas Permintaan F-35 Indonesia

Alasan Strategis di Balik Penolakan AS atas Permintaan F-35 Indonesia

Penolakan Amerika Serikat terhadap permintaan Indonesia untuk membeli jet tempur siluman F-35 menjadi sorotan publik dan pengamat militer internasional.

Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik, keputusan Washington ini mengandung dimensi strategis yang lebih luas daripada sekadar urusan penjualan alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Apa sebenarnya alasan di balik penolakan ini? Bagaimana pengaruhnya terhadap hubungan bilateral dan strategi pertahanan Indonesia?


Alasan Strategis di Balik Penolakan AS atas Permintaan F-35 Indonesia

F-35 adalah jet tempur generasi kelima buatan Lockheed Martin yang dikenal sebagai pesawat tempur paling canggih di dunia saat ini.

Dengan teknologi siluman, sensor canggih, dan sistem persenjataan mutakhir, F-35 menjadi primadona bagi banyak negara.

Namun, tidak semua negara bisa langsung membeli F-35. Amerika Serikat menerapkan standar tinggi dan seleksi ketat terhadap negara mitra yang dianggap layak mengoperasikan jet ini, baik dari sisi teknis, strategis, maupun politik.


Mengapa Indonesia Ingin F-35?

Indonesia sudah lama menyatakan minatnya terhadap jet tempur modern seperti F-35. Alasannya jelas: memperkuat pertahanan udara, menjaga

kedaulatan wilayah, dan menyesuaikan diri dengan modernisasi alutsista negara-negara tetangga, seperti Australia yang sudah mengoperasikan F-35.

Selain itu, F-35 dianggap mampu meningkatkan kemampuan deteren Indonesia, khususnya di wilayah perairan strategis seperti Natuna dan Selat Malaka.

Oleh karena itu, Indonesia menyampaikan minatnya secara resmi dalam beberapa tahun terakhir.


Penolakan AS: Bukan Sekadar Masalah Teknis

Meski Indonesia adalah mitra strategis AS di kawasan, permintaan tersebut ditolak. Berdasarkan informasi yang beredar dari sumber diplomatik dan militer, penolakan AS didasari oleh sejumlah alasan strategis, di antaranya:

  1. Kekhawatiran soal pengamanan teknologi sensitif – AS ingin memastikan bahwa teknologi tinggi dalam F-35 tidak jatuh ke tangan

  2. pihak yang dianggap berisiko, termasuk dalam konteks kerja sama militer Indonesia dengan negara seperti Rusia atau China.

  3. Kesiapan infrastruktur dan operasional – AS meragukan kesiapan sistem pertahanan Indonesia untuk menangani dan merawat F-35, termasuk ekosistem logistik, pelatihan pilot, dan keamanan data.

  4. Posisi politik dan netralitas Indonesia – Indonesia kerap mengambil posisi netral dalam banyak konflik global, termasuk konflik Ukraina dan isu Laut China Selatan.

  5. Hal ini membuat AS berhati-hati dalam memberikan akses terhadap senjata strategis kelas dunia.


Dampak terhadap Hubungan Bilateral

Meskipun penolakan ini menjadi pukulan diplomatik, hubungan antara Indonesia dan AS tetap berjalan stabil. AS masih mendukung kerja sama pertahanan dalam

bentuk lain, termasuk pelatihan militer, hibah alutsista, serta pertukaran intelijen dan operasi bersama.

Indonesia juga terus mengembangkan opsi lain untuk modernisasi alutsista, termasuk pengadaan jet Rafale dari Prancis dan kerja sama teknologi dengan Korea Selatan untuk pesawat KF-21 Boramae.


Langkah Alternatif: Fokus pada Kemandirian Pertahanan

Penolakan F-35 ini justru menjadi pemicu untuk mempercepat kemandirian pertahanan nasional. Pemerintah Indonesia terus mendorong BUMN

pertahanan seperti PT DI, PT Pindad, dan LEN untuk memperkuat kapasitas produksi dan inovasi teknologi.

Selain itu, fokus pemerintah kini tidak hanya pada akuisisi alutsista asing, tetapi juga pada penguatan riset, transfer teknologi, dan kemitraan strategis yang mendukung industri pertahanan dalam negeri.


Kesimpulan: Strategi Pertahanan Harus Adaptif dan Mandiri

Penolakan AS terhadap permintaan F-35 Indonesia menunjukkan bahwa pembelian alutsista canggih bukan hanya soal anggaran, tetapi juga soal kepercayaan, strategi geopolitik, dan kesiapan nasional.

Ke depan, Indonesia perlu lebih cermat dalam membangun diplomasi pertahanan yang seimbang, serta memperkuat kapasitas dalam negeri agar tidak selalu bergantung pada negara lain.

Baca juga:Terpidana Zina dan Judi Dihukum Cambuk di Lhokseumawe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

saya bukan robot *Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.

Back To Top