NYARIS Baku Hantam Ribuan Warga Tanjung Mulia Usir Polisi dan Juru Sita Pengadilan
Situasi tegang melanda kawasan Tanjung Mulia, Medan, ketika ribuan warga menghadang kehadiran polisi dan juru sita pengadilan. Aksi ini dipicu oleh upaya eksekusi lahan yang dianggap warga tidak adil. Mereka menilai keputusan tersebut mengancam tempat tinggal yang sudah mereka huni selama bertahun-tahun.
NYARIS Baku Hantam Ribuan Warga Tanjung Mulia Usir Polisi dan Juru Sita Pengadilan
Eksekusi yang direncanakan oleh pihak pengadilan dengan pengawalan aparat keamanan menuai perlawanan. Warga menilai tindakan itu dilakukan tanpa musyawarah dan melukai rasa keadilan. Spanduk penolakan dan barikade warga mendominasi lokasi sejak pagi hari, menunjukkan perlawanan yang solid dan terorganisir.
Warga dan Aparat Terlibat Adu Dorong
Ketika aparat mencoba menerobos masuk untuk memulai proses eksekusi, warga berdiri menghadang. Suasana semakin memanas dan terjadi aksi dorong mendorong yang nyaris berujung bentrok fisik. Sejumlah warga berteriak histeris dan ada pula yang membawa anak-anak menjauh demi menghindari kericuhan lebih lanjut.
Pernyataan Resmi dari Kepolisian
Pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka hanya menjalankan tugas sesuai prosedur hukum. Mereka mengaku telah mengedepankan pendekatan persuasif, namun kondisi di lapangan tidak kondusif. Kepolisian tetap berusaha menahan diri dan mencegah eskalasi konflik lebih besar antara aparat dan warga.
Warga Tuntut Dialog dan Solusi Manusiawi
Dalam orasinya, perwakilan warga meminta agar pemerintah dan pengadilan membuka ruang dialog. Mereka menginginkan proses mediasi dan solusi relokasi yang manusiawi jika memang lahan harus dikosongkan. Warga menolak penggusuran sepihak yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat kecil.
Lembaga Sosial dan Aktivis Turun Tangan
Sejumlah organisasi masyarakat sipil turut menyuarakan dukungan terhadap warga. Mereka mengkritisi proses eksekusi yang dianggap tidak berempati terhadap kondisi sosial ekonomi warga. Aktivis HAM menyarankan penyelesaian konflik agraria ini melalui pendekatan yang lebih manusiawi dan partisipatif.
Proses Eksekusi Diwarnai Tangisan dan Kepanikan
Saat aparat semakin mendekat, beberapa warga menangis histeris. Anak-anak dibopong ke tempat yang lebih aman, sementara sejumlah lansia duduk di pinggir jalan dalam ketakutan. Kepanikan melanda hampir seluruh warga, menciptakan suasana mencekam yang sulit dilupakan.
Tokoh Masyarakat Coba Redam Ketegangan
Tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat mencoba menenangkan massa. Mereka naik ke atas mobil bak terbuka dan menggunakan pengeras suara untuk mengimbau warga agar tidak terpancing emosi. Upaya ini sedikit meredam ketegangan dan membuka ruang komunikasi dengan aparat.
Eksekusi Dihentikan Sementara
Setelah melalui dialog singkat antara tokoh masyarakat dan pihak berwenang, eksekusi lahan ditunda sementara. Warga pun bersorak, namun tetap siaga. Aparat mundur dari lokasi, dan masyarakat tetap berjaga guna memastikan tidak ada eksekusi mendadak di kemudian hari tanpa pemberitahuan.
Reaksi Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah melalui perwakilannya menyatakan akan mengevaluasi proses hukum yang berjalan. Mereka juga berjanji akan memfasilitasi mediasi antara pemilik lahan dan warga terdampak. Langkah ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil bagi semua pihak.
Kesimpulan: Sengketa Agraria Butuh Solusi Damai
Peristiwa di Tanjung Mulia menjadi potret nyata sengketa agraria yang masih marak di Indonesia. Dibutuhkan pendekatan yang mengutamakan musyawarah, keadilan sosial, dan solusi yang tidak mengorbankan rakyat kecil. Pemerintah dan aparat harus bekerja sama menciptakan ketenangan tanpa kekerasan.
Baca juga: Eks Sekda Cerita Susah Masuk Kebun Sawit Duta Palma: Padahal Itu Daerah Kita