Bentuk Pansus Korupsi Pertamina Komisi XII DPR Tak Berencana? Putri Zulkifli, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki rencana untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait dengan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di anak perusahaan PT Pertamina. Kasus ini diduga terjadi dalam rentang waktu 2018–2023 dan saat ini tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dalam pernyataannya, Putri menegaskan bahwa Komisi XII mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus ini. Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya pada isu-isu yang tidak berdasar terkait peran DPR dalam kasus ini.
“Kami mendukung sepenuhnya proses hukum yang sedang berjalan dan menaruh kepercayaan penuh pada profesionalisme Kejaksaan Agung. Tidak ada rencana membentuk Pansus di Komisi XII karena ini merupakan ranah hukum. Jangan sampai masyarakat terprovokasi oleh isu yang tidak jelas, biarkan hukum bekerja sesuai mekanismenya,” ujar Putri Zulkifli Hasan dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat.
Bentuk Pansus Korupsi Pertamina Tak Berencana?
Putri menegaskan bahwa DPR RI tidak akan mengintervensi atau mencampuri proses hukum yang sedang berlangsung. Menurutnya, penyelesaian kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah sepenuhnya berada dalam kewenangan aparat penegak hukum.
“Kami tidak memiliki kewenangan untuk ikut campur dalam penyelidikan kasus ini. Proses hukum harus tetap berjalan secara independen dan transparan di bawah penanganan Kejaksaan Agung,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya memastikan keadilan dan transparansi dalam proses hukum, agar kasus ini tidak hanya sekadar ditindak, tetapi juga menjadi momentum perbaikan tata kelola energi nasional di masa mendatang.
Pentingnya Menyelamatkan Reputasi dan Integritas Pertamina
Meskipun menegaskan bahwa proses hukum harus berjalan tanpa intervensi, Putri juga mengingatkan bahwa PT Pertamina harus tetap dilindungi dari oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenang. Ia menyoroti bahwa korupsi yang dilakukan segelintir pihak tidak boleh merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina sebagai aset strategis negara.
“Pertamina adalah perusahaan vital yang berperan besar dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, kita harus bisa membedakan antara oknum yang melakukan kejahatan dengan institusi yang harus tetap kita jaga. Jangan sampai akibat perbuatan segelintir orang, kepercayaan publik terhadap Pertamina menjadi rusak,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa DPR akan terus mengawal agar Pertamina tetap beroperasi dengan profesionalisme tinggi serta terhindar dari praktik penyimpangan yang dapat merugikan negara.
Kerugian Negara Mencapai Rp193,7 Triliun, Momentum Perbaikan Tata Kelola Energi
Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah ini diperkirakan menelan kerugian negara hingga Rp193,7 triliun dalam kurun waktu satu tahun. Nilai kerugian yang sangat besar ini, menurut Putri, harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperbaiki sistem pengelolaan energi nasional.
“Ini harus menjadi momentum bagi kita semua untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh dalam tata kelola energi nasional. Kami akan terus mengawasi agar reformasi dalam sektor energi dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan efektif,” tegasnya.
Langkah DPR dalam Mengawal Reformasi Tata Kelola Energi
Sebagai lembaga legislatif, DPR memiliki peran penting dalam memastikan bahwa sistem tata kelola energi di Indonesia semakin transparan dan akuntabel. Untuk itu, Putri Zulkifli Hasan menegaskan bahwa DPR RI, khususnya Komisi XII, akan terus mengawasi perkembangan kasus ini serta mendorong perbaikan regulasi di sektor energi.
Beberapa langkah yang akan dilakukan DPR dalam mengawal reformasi tata kelola energi nasional antara lain:
- Mendorong audit menyeluruh terhadap tata kelola minyak dan gas di Indonesia, termasuk sistem distribusi dan perdagangan minyak mentah.
- Mengawasi implementasi kebijakan transparansi di BUMN sektor energi, guna mencegah potensi penyalahgunaan wewenang oleh oknum di dalamnya.
- Mendukung penguatan regulasi dan kebijakan antikorupsi dalam sektor energi, guna menutup celah yang bisa dimanfaatkan untuk praktik korupsi.
- Berkolaborasi dengan instansi terkait, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung, dalam mengawal proses penegakan hukum agar berjalan efektif dan tidak tebang pilih.
Kesimpulan
DPR RI, melalui Komisi XII, telah menegaskan bahwa mereka tidak akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) dalam menyikapi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di anak perusahaan PT Pertamina. Keputusan ini didasarkan pada prinsip bahwa proses hukum harus berjalan tanpa intervensi politik, serta berada dalam ranah Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum.
Di sisi lain, DPR juga menekankan bahwa PT Pertamina harus tetap dijaga dari perbuatan oknum-oknum yang merugikan negara. Oleh karena itu, pengawasan terhadap perbaikan tata kelola energi akan terus diperketat agar praktik korupsi di sektor energi tidak terulang.
Dengan kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun, DPR berharap bahwa kasus ini dapat menjadi titik balik dalam reformasi sektor energi nasional, yang lebih transparan, profesional, dan akuntabel. Melalui pengawasan yang ketat dan kebijakan yang lebih baik, diharapkan tata kelola energi Indonesia dapat berjalan lebih efisien dan bebas dari praktik korupsi di masa mendatang.
Baca Juga : Mahfud Apresiasi Langkah Kejagung Tindak Kasus Pertamina