Denmark Perempuan Wajib Militer Mulai Pada Januari Tahun 2026 Kebijakan baru yang ditetapkan oleh Pemerintah Denmark mencatatkan tonggak penting dalam sejarah militerisme dan kesetaraan gender di kawasan Eropa. Parlemen Denmark secara aklamasi menyetujui penerapan wajib militer bagi perempuan, yang akan mulai diberlakukan secara bertahap pada pertengahan tahun 2024.
Mulai 1 Juli 2024, para perempuan berusia 18 tahun akan mulai menerima pemberitahuan untuk mengikuti program wajib militer, dengan proses rekrutmen dijadwalkan dimulai pada Januari 2026.
Kebijakan ini menjadikan Denmark sebagai salah satu negara di Eropa yang secara resmi menyetarakan kewajiban bela negara antara laki-laki dan perempuan. Keputusan ini tidak hanya merefleksikan semangat kesetaraan gender, tetapi juga merespons kebutuhan operasional dan tantangan keamanan global yang semakin kompleks.
Menurut laporan yang disampaikan oleh DW Indonesia, Kamis (10/4/2025), Angkatan Bersenjata Denmark mengungkapkan bahwa saat ini, dari total rekrutan sukarela yang mengikuti program wajib militer, sekitar 25 persen adalah perempuan. Masa dinas yang diwajibkan bervariasi, tergantung pada minat dan keputusan individu pasca-pelatihan dasar. Rata-rata durasi dinas militer berkisar antara empat hingga dua belas bulan, setelah menjalani pelatihan dasar intensif selama tiga bulan.
Denmark Perempuan Wajib Militer Mulai Di 2026
Wilayah Skandinavia dikenal sebagai salah satu kawasan yang progresif dalam penerapan kebijakan publik berbasis kesetaraan gender. Dalam konteks pertahanan, Norwegia merupakan negara pertama di dunia yang secara resmi menerapkan wajib militer netral gender sejak Januari 2015. Kebijakan ini menjadikan dinas militer sebagai bagian integral dari kewajiban sipil, tanpa membedakan jenis kelamin.
Swedia, yang sempat menghentikan kewajiban militer pada tahun 2010, kembali mengaktifkannya pada Januari 2018. Kebijakan tersebut berlaku bagi seluruh warga negara berusia 18 tahun ke atas, baik laki-laki maupun perempuan. Masa dinas yang ditetapkan bervariasi antara enam hingga lima belas bulan. Hingga kini, proporsi perempuan dalam militer Swedia telah mencapai sekitar 20 persen dari total pasukan aktif.
Belanda juga secara hukum mencantumkan kewajiban militer bagi perempuan, meskipun praktiknya telah dihentikan sejak tahun 1997. Sementara itu, Israel telah menjadi contoh paling konsisten dalam penerapan wajib militer untuk perempuan sejak tahun 1949.
Di Israel, perempuan diwajibkan menjalani masa dinas selama dua tahun, sedangkan laki-laki selama tiga tahun. Bahkan, pada Juni 2024, Mahkamah Agung Israel menetapkan bahwa perempuan Yahudi ultra-ortodoks tidak lagi dibebaskan dari kewajiban dinas militer, sebagai bagian dari reformasi kebijakan pertahanan nasional.
Afrika dan Asia: Implementasi yang Beragam
Kebijakan wajib militer bagi perempuan juga diterapkan di beberapa negara di benua Afrika. Eritrea, misalnya, mewajibkan seluruh warganya, baik laki-laki maupun perempuan, menjalani dinas militer selama 16 bulan. Negara-negara seperti Guinea-Bissau, Chad, Mali, Mozambik, Cape Verde, dan Niger juga mencantumkan kewajiban militer dalam sistem pertahanannya, meskipun penerapannya berbeda-beda di tiap negara.
Di Pantai Gading, pelaksanaan wajib militer untuk perempuan belum berjalan maksimal, sementara di Mozambik, pemerintah pada tahun 2024 mengumumkan perpanjangan masa dinas militer hingga lima tahun dengan pendekatan selektif.
Di kawasan Asia, sejumlah negara juga turut menerapkan kebijakan serupa. Korea Utara, sejak tahun 2015, mewajibkan perempuan untuk mengikuti dinas militer sejak usia 17 tahun. Durasi dinas disesuaikan dengan latar belakang pendidikan masing-masing individu.
Timor Leste, yang merupakan negara muda di Asia Tenggara, mengesahkan undang-undang wajib militer pada tahun 2020 yang berlaku bagi seluruh warga negara berusia 18 hingga 30 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Masa dinas ditetapkan selama 18 bulan, walaupun implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan administratif dan sosial.
Di Republik Rakyat Tiongkok, perempuan berusia 18 hingga 19 tahun yang memenuhi kualifikasi pendidikan tertentu juga diwajibkan mengikuti dinas militer, meskipun pelaksanaannya lebih bersifat selektif dan terbatas.
Negara-negara Barat dan Perempuan dalam Militer Sukarela
Di Amerika Serikat, meskipun wajib militer untuk perempuan belum diberlakukan, keberadaan mereka dalam struktur militer cukup signifikan. Tercatat sekitar 200.000 perempuan aktif dalam dinas militer, mewakili 14 persen dari total personel. Sejak tahun 1993, perempuan telah diizinkan untuk bertugas dalam unit tempur termasuk dalam kapal selam dan angkatan darat.
Negara-negara seperti Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Korea Selatan, dan Jepang juga membuka pintu lebar bagi perempuan untuk berkarier di sektor pertahanan. Meskipun tidak mewajibkan dinas militer, negara-negara tersebut menempatkan perempuan pada berbagai posisi strategis dalam struktur pertahanan nasionalnya, dengan syarat dan kualifikasi yang setara dengan laki-laki.
Peran Perempuan di Medan Konflik: Kasus Rusia dan Ukraina
Di kawasan konflik seperti Rusia dan Ukraina, meskipun tidak ada kebijakan wajib militer formal bagi perempuan, banyak dari mereka yang terlibat secara aktif di garis depan. Kementerian Pertahanan Ukraina mencatat, hingga tahun 2025, terdapat lebih dari 68.000 perempuan yang aktif dalam struktur militer negara tersebut, mengalami kenaikan hingga 40 persen dibandingkan tahun 2021.
Di Rusia, keterlibatan perempuan dalam operasi militer juga mengalami peningkatan. Pada Oktober 2024, Pemerintah Rusia membentuk unit militer perempuan yang dikenal sebagai “Notschnyje Wedmy” atau “Penyihir Malam”, merujuk pada unit legendaris penerbang perempuan Uni Soviet pada masa Perang Dunia II. Unit ini menjadi simbol keberanian perempuan dalam menghadapi konflik bersenjata modern.
Kesimpulan
Keputusan Denmark untuk memberlakukan wajib militer bagi perempuan menandai fase baru dalam komitmen global terhadap kesetaraan gender di bidang pertahanan. Langkah ini tidak hanya mencerminkan keberanian dalam membuat kebijakan yang inklusif, tetapi juga menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara.
Dengan semakin banyak negara yang mengakui pentingnya partisipasi perempuan dalam struktur militer, dunia bergerak menuju paradigma baru pertahanan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Kebijakan semacam ini juga menjadi refleksi dari perubahan sosial global yang menempatkan perempuan sebagai bagian penting dalam proses pembangunan bangsa.
Baca Juga : Netanyahu Akan Bertemu Trump Di Washington Pada 7 April 2025